1. H. HASNAWI KARIM (1975-1987)
Ulama Pejuang Kemerdekaan RI
Garis perjuangannya cukup lengkap. Berbagai profesi dan pekerjaan pernah digelutinya. Dia memulai dari guru, pejuang, perwira hingga pemimpin dan ulama. Bahkan juga menjadi pemain dalam kancah politik. Dia-lah Haji Hasnawi Karim, 73 tahun. Lahir di Batipuh Baruh Tanahdatar 1924 dari pasangan keluarga Abd. Karim Datuk Rangkayo Marajo dengan Hajjah Nurqamar Amin.
Setelah menyelesaikan SR Convernement dan Tsanawiyah Muhammadyah serta Kulliyatul Muballigien (Almuballigien College) 1943, Hasnawi ditugaskan Muhammadyah Padang Panjang ke Gunung Rajo Tanahdatar. Di daerah perkampungan yang belum memiliki sekolah ini, Hasnawi bersama mamaknya, Alwi Amin Malin Sampono menjadi guru dan sekaligus mendirikansekolah Muhammadiyah. Diawali mendirikan Ibtidaiyah.
Ditengah perjuangannya mendirikan sekolah, Hasnawi dipilih oleh Jepang menjadi Seinendan (pemuda pilihan) Residensi Sumatera Barat. Dari 100 orang yang dipilih, kemudian diseleksi lagi mencari lima besar. Hasnawi masuk dalam kelompok lima besar yang mendapat tugas menjadi pelatih camat dan bupati. Jepang memang dikenal sangat disiplin. Pelanggaran disiplin mendapat tamparan. “saya tidak pernah sampai ditampar tentara Jepang karena senantiasa menjadi disiplin.,” ujar Hasnawi Karim yang menutur sejarah perjuangannya kepada Penuntun di rumah kediamannya, jalan Tan Malaka No. 12 Padang.
Dalam sejarah hidupnya, Hasnawi pernah pula menjadi kepala pendidikan dan latihan Pemuda Republik Indonesia (PRI)Batipuh X Koto Padang Panjang. Di tahun 1945 sudag memerankan diri berjuang memperoleh kemerdekaan. Dia ikut mengumpulkan bahan makanan dalam pembentukan BKR, TKR Batalyon Merapiyang dirampas dari gudang perbekalan Jepang di Batipuh.
Dalam waktu bersamaan ikut pula mempersiapkan pembentukan Laskar Hizbullah di Kauman Padang Pajang. Kemudian diminta oleh Majelis Islam Tinggi Sumatera Tengah menggerakkan dan memimpin barisan Sabilillah di Batipuh X Koto Padang Panjang. Akhirnya Hasnawi Karim menjadi Kepala Staf Devisi Sabilillah Sumatera Tengah (Devisi 7 November). Di tahun 1945 itulah di fatwakan oleh ulama, meninggal dunia dalam perjuangan kemerdekaan adalah mati syahid. Fatwa itu dikeluarkan oleh ulamadalam mengerahkan dan menggerakkan umat Islam membela Proklamasi Kemerdekaan.
Kepada pemuda-pemuda diserukan memasuki barisan perjuangan, bagi ibu dan yang tua-tua disarankan berjuang dengan harta benda. Sedangkan remaja putri memasuki Sabil Muslimat atau Sabilillah Muslimat. Disaat itu pulalah menjadikan mesjid dan mushala sebagai markas perjuangan dan pusat penerangan dan informasi perjuangan.
Di saat Sabilillah digabungkan dengan TNI (Tentara Nasional Indonesia) oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta, penyatuan Sabilillah dan masuk ke Resimen IV. Yang tidak ditampung di TNI, dikordinir langsung oleh Hasnawi Karim dengan memberi berbagai keterampilan yang dipusatkan di Dangung-dangung 50 Kota.
Barisan Sabilillah ini kemudian berjuang lagi mempertahankan kemerdekaan pada agresi Belanda ke II. Pada Agersi Belanda ke II ini pula Hasnawi Karim ke Tarutung mencari persenjataan. Tapi tak sampai ke tempat tujuan. Di Tarutung, Sumatera Utara Hasnawi harus menyerahkan mobilnya kepada tugas disana untuk menyusun perjuangan yang sangat disegerakan. Akhirnya Hasnawi harus jalan kaki kembali ke Padang Panjangdengan menempuh perjalanan 18 hari siang malam. “Telapak sepatu ABRI yang saya pakai dalam perjalanan 18 hari itu habis,” kata Hasnawi mengisahkan penderitaannya dalam perjuangan.
Oleh Kolonel Dahlan Jambek, Hasnawi diminta menjadi Imam Tentara Dinas Agama Tentara Staf A Territorium Sumatera tengah, daerah Tanah Datar. Tugas utama adalah membina ketaatan beragama, menanamkan iman dan ketakwaan serta budi pekerti luhur prajurit. Kemudian Hasnawi di pindahkan ke Langsa Aceh Timur menjadu Imam Tentara Batalion 107, Resimen I, Territorium I Bukitbarisan. Hasnawi sempat bertugas di Aceh. Kemudian ke Medan dengan tugas Wakil Kepala CPRAD Islam Territorium I Bukitbarisan merangkap kepala pengajaran dan ibadah tentara di Medan.
Pejuang Ulama
Dari Medan Haji Hasnawi Karim hijrah ke Jakarta dengan tugas belajar di ADIA ( Akademi Dinas Ilmu Agama ) Ciputat,sikal bakal IAIN Ciputat, Jakarta. Dalam masa belajar tahun 1959 sampai 1963, di Ciputat, Hasnawai Karim sempat menjadi Senat Mahasiswa sebelum menyelesaikan studinya tingkat Sarjana Muda, karena pada waktu itu belum ada doktoral.
Setamatnya dari ADIA, Hasnawi mendapat tugas sebagai Pembantu Kepala Rohani Karra I Cadduad merangkap Karoh Islam Caduad (Cadangan Umum Angkatan Daerah) sekarang bersama Kostrad, Jakarta. Hasnawi pun dalam bulan Agustus 1962, dipindah tugaskan ke angkatan Darat Mandala di Ambon dalam perjuangan merebut kembali Irian Barat.
Pemangku tugas Kepala Rohani Islam Angkatan Daerah Mandala Indonesia Bahagian Timur di Makasar. Pama Roh Islam AD, Kontingen Indonesia Irian Barat di Kotobaru (Jaya Pura). Waka/Pgs Ka Roh Islam Kodam 17 Irian Barat di Jaya Pura. Pernah pula bertugas menjadi Kepala Roh. Senif Rawatan Rahani Pusat Kesenjataan Infantri, Bandung. Pamen Rusroh Islam Angkatan Darat 1965.Setelah berlang-lang buana di Irian Jaya, Jakarta, Bandung, Medan dan Aceh, akhirnya Hasnawi dipindahkan ke Kodam 17 Agustus di Padang dengan jabatan Karohis Dam.
Di Sumbar Hasnawi Kari tidak hanya disibuki dengan tugas-tugasnya di Kodam. Dia pun disibuki dengan tugas-tugas sosial kemasyarakatan lainnya.Diantara jabatan yang sangat penting adalah Ketua Umum BKPUI (Badan Kontak Perjuangan Umat Islam) guna menghimpun seluruh potensi umat Islam menghadapi perjuangan umat masa datang. Dia mendapat tugas membina hubungan masyarakat dengan ABRI. Memupuk kerja-sama yang baik ulama dengan ABRI.
Mengantisipasi adanya perbedaan pendapat ulama dengan ABRI serta ulama dengan ulama maupun mengantisipasi adanya pertentangan antara organisai-organisasi Islam lainnya.Hasnawi juga berperan membentengi umat dari pengaruh idiologi komunis dan aliran yang merusak akidah Islamiyah. Yang cukup mengesankan dari karya besar Hasnawi Karim menjaga hubungan ABRI dengan ulama adalah menyelenggarakan refreshing course dua hari yang diakhiri dengan peresmian Mushala Taqwa Kodam III/17 Agustus yang diimami Buya H. M. Daud , Datuk Palimo Kayo.
Selama pertemuan itu, semua ulama menyampaikan isi hatinya baik tertulis maupun secara lisan. Semuanya dijawab oleh Panglima Kodam 17 Agustus waktu itu. Sejak itu terjadilah hubungan mesra ulama dengan ABRI di Sumatera Barat.Ini semuanya dilakukan Hasnawi dalam upaya membina teritorial ABRI.
“Bagaimana membina kalau teritorial kalau tidak mengetahui hati rakyat,” kata Hasnawi kepada penguasa Kodam 17 Agustus.
Dia pulalah yang merintis berdirinya RS. Islam Ibnu Sina di Bukittinggi. Perjuangannya ini dilakukan bersama Buya H. Mansur Daud Datuk Palimo Kayo di bawah skenario Hasnawi Karim.Ceritanya, pada suatu hari, Buya tidak mau hadir diundang ke Istana Negara, pertemuan MUI dengan Presiden Soeharto. Tapi ketika disampaikan bahwa di Jakarta aka disampaikan kepada Pak Harto tentang usaha pemindahan rumah sakit kristen itu, Buya lantas menyatakan kesediaannya, maka berangkatlah menghadiri pertemuan MUI dengan Pak Harto.
Di Istana, pada saat jamuan minum bersama, Buya menghampiri Pak Harto dan menyampaikan berbagai kemajuan yang dicapai Pak Harto membangun republik dan dirasakan oleh masyarakat Minangkabau. Selain itu juga disampaikan persoalan yang merisaukan umat Islam menyangkut rumah sakit dimaksud. Mendengar keluhan Buya H. M. D. Palimo Kayo itu, Pak Harto langsung memanggil Sudharmono yang ketika itu Sekretaris Negara. Kepadanya Pak Harto menyampaikan supaya cepat menyelesaikan masalah rumah sakit dengan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan dan Menteri Agama H. Alamsyah Ratuperwira Negara. Akhirnya rumah sakit itu dipindahkan ke Lampung.
Dalam bakti berdimensi sosial lain, dia juga yang merintis pembentukan Yayasan Dana Sosial Islam (YDSI) di Sumatera Barat.Dan yang sangat monumental, peran Haji Hasnawi Karim merintis terbentuknya Majelis Ulama Indonesia di Sumatera Barat. Dengan terbentuknya MUI, maka Haji Hasnawi Karim meleburkan Badan Kontak Perjuangan Umat Islam ke MUI dan mengundurkan diri dari kepengurusan. Ini dilakukannnya supaya jangan sampai terjadi dualisme kepemimpinan potensi umat Islam di Sumatera Barat.
Ulama Pemimpin tanpa Mengenal ‘Lelah’
Hasnawi yang egerjik sejak muda itu pernah pula menjadi Anggota DPRD-GR, DPRD Tk. I Sumbar atas nama atau mewakili kalangan karyawan ulama. Ketika di dewan inilah Hasnawi memerankan diri memasukkan ide lambang masjid pada lambang daerah Sumatera Barat yang dikenal tuah sakato.
“Ini sangat melegakan diri saya, sebagai daerah Minang memang sangat pantas lambang daerah itu terdiri dari lambang masjid,” kata Hasnawi.
Ditahun 1967 Hasnawi Karim membantu rektor dalam bidang kehumasan, dan tahun 1973sampai 1975 menjadi Pembantu Rektor III IAIN bidang kemahasiswaan. Kariernya di IAIN Imam Bonjol mencapai puncak pada tahun 1973, disamping menjadi Caracter Rektor merangkap Rektor. Jabatan ini dua kali di embannya, terkahir 1983 ketika menggantikan Drs. M. Sanusi Latief.Pada tahun 1974 beliau menerima tawaran dari Gubernur Harun Zein menjadi Kepala Perwakilan Agama di Sumbar atau Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama yang disetujui langsung oleh Menteri Agama Mukti Ali. Jabatan penting ini dipangku selama 14 tahun lebih yang berakhir pada tahun 1984.Hasnawi Karim memangku tiga jabataan penting sekaligus saat itu, Rektor IAIN, Kepala Kanwil Depag dan Karohisdam.
Membangun Fisik dan Mental
Selama memangku jabatannya sebagai Kepala Perwakilan Agama Sumbar, Hasnawi Karim banyak melakukan pembangunan-pembangunan, baik dibidang fisik maupun mental. Untuk menjalankan fungsi sebuah lembaga yang mengurus bidang agama, Hasnawi betul-betul memulainya dari awal. Pegawai mulai dibenahi dengan membuat baju seragama. Aturan-aturan mulai dibuat.
Secara pelan-pelan tapi dengan cara-caranya (strategi Haska-pen) ke pusat dan berbagai pihak mulai dibangun kantor Perwakilan Agama Sumbar. Akhirnya, siapapun paham di zaman Hasnawi gedung permanen Kantor Agama Sumbar berdiri. Dan di zaman beliau pula, tidak kurang 14 kantor Departemen Agama Tk. II di Sumbar dibangun serta di 74 Kecamatan dia dirikan Kantor KUA.
Anak-anak Sukses
Dari pernikahannya dengan Husaini Nurdin, Hasnawi Karim dikaruniai 5 putra. Putra pertama; Dra. Hj. Huda Hanum istri Drs. H. Fauzan, MA (Setditjen Binbaga Islam Depag), Dr. Ir. H. Nadirman Haska (ahli peneliti pada BPP Teknologi, Jakarta), Letkol. Inf. Nabris Haska (Pamen pada Dinas Penerebangan Angkatan Darat), M. Furqan Haska, S.E. (Staf PT. Andalas Tuah Sakato), dan Dra. Zikra (Dosen di IKIP Padang)
2. Drs. H. BACHTIAR ILYAS (1987-1992)
3. Drs. H. FAUZAN MISRA EL MUHAMMADY (1992-1996)
Lahir Setelah Ibu Baca Al Qur’an
Drs. H. Fauzan Misra El Muhammady Fauzan, dilantik menjadi Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Sumatera Barat 12 Oktober 1992 menggantikan Drs. H. Bachtiar Ilyas yang memperoleh jabatan Sekretaris Ditjen Binbaga Islam Depag.
Fauzan lahir di Tanjung Rumpanai, Pitalah Tanah Datar, Sumatera Barat, 6 Juli 1939. Orangtuanya Abdul Mun’m El Muhammady (ayah) Asra (Ibu) memberi nama “Fauzan” yang berarti kemenangan (dan memeang membawa keberuntungan) mempunyai latar historis pada saat-saat kelahirannya.
Pada masa hamil tua ibunya, seperti biasa rajin membaca Alquran. Saat qira’at muratal ibu sampai pada lafal “Fauzan ‘azima” (mungkin pada salah satu ayat QS An-Nisa 4:73, atau QS Al Ahzab 33:71 atau QS Al Fath 47:5), rasa nyeri pertanda melahirkan, dirasakan ibu. Ditakdirkan dalam waktu relatif pendek, ibu melahirkan. Dengan dasar itu usulan ibu menamai anaknya dengan “Fauzan” disetujui ayah, demikian cerita tokoh ini didampingi keluarga tercinta Huda Hanum dengan senyum penuh arti.
Sejak kecil, fauzan kecil disayangi kakek, H. Muhammady. Sebagai bukti cinta kasih kakek, namanya dilengkapi dengan Fauzan Misra El Muhammady . Misra terdiri dari potongan nama ayah “Mi” (mun’im ) dan Isra dari potongan nama ibu dari sra (Rasul) dari El Muhammady adalah nama kakeknya sendiri.
Fauzan Misra El-Muhammady sejak kecil sudah terbiasa dalam lingkungan cinta belajar.
Tamat dari Diniyah Pitalah, fauzan melanjutkan pelajaran ke Thawalib di Padang Panjang. Ibunya menyarankan, bagaimana kalau melanjutkan PGA atau SGA saja, biar cepat jadi guru. Tokoh kita inisudah jatuh pilihannya ke Thawalib dengan suatu motivasi ingin melanjutkan studi ke Al Azhar University di Cairo, Mesir.
Yang lebih mendorong Fauzan memilih Thawalib ketika itu, justeru ia sudah mempunyai keyakinan, bahwa lembaga inilah yang proses pencapaian cita-cita yang pernah ditanamnya. Apalagi ketika itu ia baru saja menerima keterangan dalam ceramah dari H. Moechtar Shalihi gurunya yang baru pulang dari Timur Tengah.
Semangatnya sesudah itu semakin menggebu untuk melanjutkan sekolah ke Mesir. Ketika cita-cita ini diutarakan kepada ibunda, spontanitas mendapat sokongan penuh. Ibunda berkata “Orang Bunga Tanjung (H. Darwis Aminy) dan Batipuh (Drs. Zakaria Hakim) tamat dari Mesir, tapi orang Pitalah seorangpun belum ada, “Keinginan ke Mesir setelah itu semakin membara di dada. Untuk itu ia meningkatkan ketekunan belajar di Thawalib.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya bahwa untuk mengikuti ujian exteranai PGAAN. Mulai tahun 1957 harus memiliki ijazah PGAN. Untuk itu siswa KPGAA mengadakan rapat dan memutuskan, untuk mengirim surat kepada Menteri Agama RI minta dispensasi.
Kebetulan ada momentum, Menteri Agama RI KH. Ilyas berkunjung ke Sumteng. Menteri acara resminya di Bukittinggi. Disinilah kesempatan terbuka, teman-teman dan guru menyarankan supaya menemui menteri minta dispensasi. Kesempatan yang baik itu dimanfaatkan. Mewakili teman-teman yang berjumlah 250 orang itu ialah Fauzan dan Ratnawilis, terakhir dosen Fak. Ushuluddin menemui Menteri di Gedung Agung Bukittinggi. Di Gedung Agung, nyaris saya terlambung tergelenjek ketika mencecahkan kaki (karena bersepatu) di karpet yang empuk, karena di rumah menginjak tikar biasa saja mesti sepatu dibuka, kisah Fauzan.
Di Gedung Agung itu Fauzan dan Ratnawilis dapat berdialog langsung. Dispensasi diminta, untuk bisa mengikuti ujian PGAA. Menteri dengan segala kemurahan hatinya memberikan keringan, boleh mengikuti ujian ujian exteranai PGAAN, dengan syarat, kalau telah lulus nanti, ijazah tidak dikeluarkan sebelum memiliki ijazah PGAP Negeri. Ternyata dengan dispensasi itu mereka mengikuti ujian PGAAN, dan dari 250 orang yang ujian lulus 13 orang, dan untuk selanjutnya mengikuti ujian PGA (P) Negeri.
Cita-cita ke Mesir semakin menjadi. Untuk mewujudkan dilkukan kerja keras dan tekun belajar. Bayangkan, belajar di Kulliyatul Ulum pagi hari, sorenya mengikuti KPGAA ( Kursus Pendidikan Guru Agama Atas) di Bukittinggi. Sehari penuh, hanya memenuhi tuntutan belajar. Siang pergi sekolah menaiki bus, pulang malam dengan kereta api. Mengapa dengan kereta api? Didalam kereta api agak tenteram dan bisa menghafal. Dan memang Fauzan di dalam kereta api terus mengulang pelajaran, dengan bantuan penerangan dengan membakar lilin yang sudah dipersiapkan di dalam tasnya.
Membaca buku berbahasa Arab dan mendengar radio siaran langsung dari Timur Tengah dalam bahasa Arab resmi. Ini dilakukan dengan mengintip guru yang sedang mengajar di tingkat/kelas yang lebih tinggi dari kelasnya dari luar. Kemauan seperti inilah terus menerus yang membakar semangat belajarnya.
Tamat dari Ulum dan PGAA, Fauzan melanjutkan pelajaran Universitas Darul Hikmah. Di Universitas, Fauzan memilih Fakultas Lughatul Arabiyah wat Tarbiyah.
Ke Mesir sudah lama menjadi cita-cita. Usaha mewujudkan masih saja dicari. Kebetulan tahun 1957 atase Kebudayaan dari Kedutaan Besar Republik Arab Mesir ketika itu di Sumteng, Fauzan sempat berdialog dengan atase Kebudayaan itu, meski dalam bahasa Arab yang kurang fasih. Rupanya atase yang bernama Prof. Dr. Taufiq El Thawil itu tertarik tatkala akan menemui Taufiq El-Thawil, pak Nasharuddin Thaha wakil presiden Universitas Darul Hikmah bertanya, mengapa ente kesini . mungkin pak Nashruddin (Nasar) menganggap saya tidak berbahasa Arab, kata Fauzan.
Dan ini pulalah kesempatan untuk mengutarakan keinginannya pergi belajar ke Mesir. Kemudian terjadi komunikasi dengan atase itu. Yang menarik lagi bagi atase, karena Fauzan berbakat belajar filsafat, ketika itu sulit orang mau menggandrunginya. Sementara Fauzan sudah membaca buku-buku besar dalam filsafat. Sehingga pada gilirannya setelah atase di Jakarta, terjadi murasalah (koresponden). Guru-guru tercengang mengapa Fauzan mendapat kiriman majalah Arab, dan buku-buku istimewa dari Prof. Dr. Athtawil, sedangkan Fakultas Lughatul Arabiyah saja tidak. Ia diberi kesempatan untuk belajar ke Mesir. Diuji di Jakarta, ternyata ia dapat lolos. Fauzan belajarlah di Mesir, mulai tahun 1959.
Di Mesir, Fauzan mengambil Fakultas Ushuluddin Al Azhar Universitas jurusan Filsafat, tamat tahun 1965. Selama di Mesir mempunyai kesempatan menunaikan rukun Islam ke lima yakni “haji ilalbait”.
H. Fauzan belajar di Mesir ini pada angkatan ini sekitar 25 orang dari Indonesia. Ini adalah satu-satunya dari Sumatera Barat.
Tahun 1966 memasuki spesialisasi dalam Aqidah. Kemudian spesialisasi pada tadris di Ma’had Ali daatt wat taujih.
Jenjang karir H. Fauzan dimulai menjadi guru SD No. 28 di Padang. Di sini Fauzan mengajar pelajaran Agama dari tahun 1958-1959. Bekerja sebagai pegawai di Kandepag Kodya Padang tahun 1959. Tahun ini juga pada organisasi keagamaan Sumbar duduk pula sebagai sekretaris PHBI Sumatera Barat.
Di Mesir sempat pula mengajar tahun 1966 di SMP Arab. Mengajar pula di SMA Indonesia untuk anak-anak Diplomatik dimulai tahun 1965. Bekerja pada perusahaan Garuda sebagai Asisten Station Manager di Cairro, Mesir 1965-1968.
Sebelum kembali ke Indonesiatahun 1968, sempat mengadakan perjalanan keliling Timur Tengah, ke Baghdad, Syiria, Libanon, Saudi Arabia, Pakistan, India, Thailand, Singapura, dll. Sampai di Indonesia kembali ke Staf Penerangan Agama. Tahun 1970 pindah ke IAIN Imam Bonjol. Lebih lanjut tahun 1969-1972 menjadi Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah di Padang Panjang.
Akhir tahun 1971 ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol, menggantikan Baharuddin Syarif Mayang meninggal dalam kecelakaan jatuhnya pesawat di Pulau Nyamuk 10 Nopember 1971. H. Baharuddin Syarif tamatan Al Azhar University 1963, Fauzan 1964. Tahun 1972 diangkat pula menjadi Ketua Jurusan Perbandingan Agama dan Filsafat, merangkap Dekan Fakultas Ushuluddin, Mei 1972 diangkat sebagai Wakil Rektor IAIN Imam Bonjol merangkap Dekan Fakultas Ushuluddin. Tahun 1974 terpilih sebagai anggota Presidium Rektor IAIN Imam Bonjol, dan pada gilirannya kemudian tahun itu juga sampai tahun 1976 terpilih menjadi ketua presidium Rektor IAIN Imam Bonjol Padang.
Pengabdiannya dalam pembinaan masyarakat bangsa, banyak pula bergerak dalam berbagai lapangan dan wadah yang ada. Tahun 1972-1975 menjadi asisten III Bappemdam (Bappeda-kini) yang ketuanya ketika itu Drs. Mawardi Yunus. Tahun 1976-1978 menjadi Wakil Rektor IAIN Imam Bonjol merangkap Dekan Fakultas Ushuluddin. Tahun 1978 melepaskan jabatan Wakil Rektor I, dan kembali sebagai anggota DPRD Tk. I yang dipegangnya sejak tahun 1977 sampai 1987. Sementara tahun 1971 ikut membentuk Kokar IAIN Imam Bonjol bersama Drs. Kamaruttaman, Drs. Aguslir Nutr, Drs. Ruslan Lathief, dan ia terpilih sebagai wakil ketua. Kokar IAIN Imam Bonjol selanjutnya pada tahun 1972 ditunjuk menjadi anggota DPD Golkar Tk. I Sumatera Barat sampai sekarang. Tahun 1973 sampai 1980 memangku jabatan wakil ketua KORPRI Sumatera Baratdan Wakil Ketua KORPSI unit IAIN Imam Bonjol. Tahun 1975 unsur pimpinan (ketu) Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat sampai sekarang. Tahun 1978 Wakil Ketua Majelis Dakwah Islamiyah Sumatera Barat. Tahun 1976- 1980 Ketua GUPPI Sumatera Barat. Tahun 1976-1983 Ketua PAI (Pecinta Anggrek Indonesia) Padang. Tahun 1976 mewakili Sumatera Barat The Scond Asean Orched Congres. Tahun 1975-1982 unsur pimpinan LKAAM Sumbar, kini sebagai Anggota Dewan Pertimbangan LKAAM Sumatera Barat.
Fauzan (juga sarjana jurusan Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol tahun 1982) disamping sebagai Wakil Rektor I IAIN Imam Bonjol juga sebagai dosen senior yang memiliki bidang pengetahuan dengan disiplin Ilmu Filsafat dan Perbandingan Agama.
Kini Ketua MDI Sumbar, Wakil Ketua LKAAM Sumbar serta beberapa jabatan lainnya. Pernah mengikuti beberapa seminar berskala nasional dan internasional seperti Malaysia dan Singapura seperti Seminar 100 Tahun Parlemen Agama di Dunia, Muktamar dakwah Asia Pasifik.
Drs. H. Fauzan dan Keluarga
Terakhir peserta seminar alumni Sespa di Jakarta Desember 1995.
Fauzan yang kini berpangkat IV/D (Pembina Utama Madya/Lettor Kepala) sejak Oktober 1993, menikah dengan Dra. Huda Hanum Dosen IAIN Imam Bonjol, Putri H. Hasnawi Karim mantan Kepala Kanwil Departemen Agama Sumbar.
Dari perkawinannya dengan Huda Hanum 12 Juni 1968, kini sudah dikaruniai enam anak; Fawas Fauzan lahir 9 Agustus 1969 alumni Teknik Sipil Unand yang kini bekerja pada salah satu konsultan Prancis. Fauziah Fauzan lahir 5 Januari 1971 Kuliah tahun terakhir di Unpad.
Faizah Fauzan lahir 28 November 1972, tahun terakhir kuliah di IPB. Fauzanah lahir 5 Desember 1973, kuliah di Antropologi Unand. Tiga putrinya ke Perguruan Tinggi umum tapi telah menamatkan pendidikan Diniyah Putri Padang Panjang.
Dua lainnya, Fauzi lahir 5 Oktober 1976 dan Faiz lahir 16 Juni 1972 kini belajar di Pesantren Darunnjanah, Jakarta.
4. Prof. Dr. H. SALMAN HARUN (1996-1997)
Putera daerah sumbar yang dilahirkan di Taluak Pariaman tanggal 12 Juni 1945, Salman merupakan putera dari Tuangku Harun dan Aisyah anak seorang ulama di daerah Pariaman. Profil keseharian Salman Harun sejak kecil memang sudah dilatih dan dibiasakan oleh kedua orang tuanya untuk tetap necis dan rapi serta mendekatkan diri ke Masjid , karena masjid merupakan sumber inspirasi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Salman mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) di Pariaman tamat tahun 1958. Setelah itu masuk SMP Islam PGAI Padang, tamat tahun 1962, kemudian melanjutkan pendidikan PGAN tamat tahun 1965. Kemudian melanjutkan pendidikan ke fakultas tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang jurusan Bahasa Arab Program Sarjana Muda selesai tahun 1968.
Pendidikan doktoralnya dilanjutkan ke IAIN Syarief Hidayatullah tamat tahun 1973. Berkat kegigihannya salman berhasil meraih gelar tertinggi dalam bidang pendidikan, yakni doktor pada fakultas Ilmu Agama Islamyang berhasil diselesaikannya tahun 1988 dan tahun 1994 dikukuhkan menjadi guru besar Madya IAIN ciputat.
Jenjang karir yang pernah dilaluinya pernah mengajar di Pondok Pinang Jakarta,sekretaris lembaga Penelitian, dosen fakultas tarbiyah IAIN, Dosen IKIP Muhammadiyah Jakarta dan terhitung mulai tanggal 6 Agustus 1996 memimpin kanwil Depag Sumbar.
Menteri Agama RI Dr. H. Tarmizi Taher mengatakan, yang menetukan Prof. Dr. H. Salman Harun menajadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumbar adalah Dewan Kepangkatan yang diketuai oleh Sekjen Departemen Agama RI Prof. Dr. H. M. Khatib Quzwein.
Menurut Menag Prof. Salman Harun merupakan adalah orang IAIN ketiga di Departemen Agama yang menjadi kepala kanwil Departemen Agama.
Di tengah kesibukannya Salman Harun menyempatkan diri untuk menulis sesuai dengan disiplin ilmu dan dimuat di media ibu kota seperti majalah Panji Masyarakat, Majalah Azan, Harian Media Indonesia, Harian Terbit, Pelita dan media lainnya.dalam menulis itu sebenarnya banyak buku-buku Salman Harun beedar ditengah masyarakat diantanya : Bahaya Pendangkalan Aqidah yang terbit tahun 1980, Pelajaran bahasa (1985), Hukum Zakat dan lainnya.
5. Drs. H. FIRDAUS NALY (1997- 2000)
6. Drs. H. DALIMI ABDULLAH, SH (2000-2005)
Profil
Drs. H. DALIMI ABDULLAH, SH
Tempat, Tanggal Lahir : Maninjau, 03 September 1945
Domisili: KOTA PADANG
Pendidikan Terakhir: S1
Riwayat Pendidikan
>> Sarjana Muda IAIN Imam Bonjol Padang. Tahun 1971
>> Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang, tahun 1977
>> Sarjana Hukum Univ. Eka Sakti Padang, tahun 1996
Riwayat Organisasi
>> Dewan Mustasar Tarbiyah Islamiah DPP Tarbiyah
>> Koordinator Biro Informasi dan Data Departemen Pengentasan Kemiskinan dan Pengangguran DPP Partai Demokrat
>> Majelis Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokat Prov. Sumbar
>> Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Ptov. Sumbar
>> Ketua Suriyah NU Prov. Sumbar
>> Ketua BAKKORBIN KORPRI kecamatan Padang Timur
Riwayat Pekerjaan
>> Anggota DPR RI 2009-2014
>> Ka. Kanwil Dep. Agama Prov. Sumbar 2000-2005
>> Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kantor Wilayah Departemen Agama Prov. Sumbar
>> Kepala Kantor Dep. Agama Kota Padang 1984-1997
>> Guru Agama Islam SDN 49 PJKA Padang 1965-1968
>> Penilik Pendidikan Agama Isla Kecamatan Padang Barat 1965-1968
7. Drs. H. DARWAS (2005 sd 2011)
H. Darwas dilahirkan pada hari Sabtu, 19 Saffar 1372 Hijriyah, bertepatan dengan 8 November 1952 Masehi. ia telah mengemban amanah sebagai Kakanwil Kemenag Sumbar selama enam tahun delapan bulan ( 2005-2011)
TIDAK banyak pejabat pemerintah yang saya kenal yang berkarakter baik, rendah hati serta menjauhkan diri dari perilaku korupsi dan sikap ambisi tak terpuji. Dari yang sedikit itu, seorang diantaranya adalah Drs H Darwas, kukenal semasa dia menjabat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat.
Hari ini, Rabu 6 Rabiul Awal 1435 jam 09.25, Darwas telah berpulang ke Rahmatullah. Ia wafat persis seusia Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, yakni 63 tahun lebih 17 hari.
Setelah disemayamkan di rumah duka dengan prosesi penyelenggaraan jenazah, jasad almarhum dimakamkan di TPU Tunggul Hitam, Kota Padang.
Akhir masa jabatan
Drs H Darwas, pensiun setelah mengemban amanah sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Sumbar, Oktober 2011. Padahal, pihak Kemenag RI menawarinya jabatan lain.
“Alhamdulillah…, saya memilih pensiun saja, Man,” katanya ketika itu. Sebuah informasi menyebutkan, Darwas ditawari jabatan sebagai Kepala Biro IAIN pada Kemenag RI di Jakarta. Jabatan Darwas otomatis berakhir setelah Menteri Agama melantik Drs H Ismael Usman sebagai Kakanwil Kemenag Sumbar yang baru, Senin (24/10/2011), di Jakarta. Ismail sebelumnya merupakan salah seorang kepala bidang (kabid) atau eselon III.A pada Kanwil Kemenag Sumbar.
Menurut Darwas,. Pria kelahiran 8 November 1952 ini sebenarnya masih memiliki masa kerja hingga setahun ke depan.
“Tidak apa-apa. Mudah-mudahan ini pilihan terbaik bagi saya, keluarga, daerah bangsa dan negara,” ujarnya.
8. Drs. H. ISMAIL USMAN (Oktober 2011 S.D September 2013)
Pelantikan Ismail Usman menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sumbar oleh Menteri Agam Suryadharma Ali di Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta, Senin (24/10). Drs. H. Ismail Usman sebelumnya merupakan salah seorang kepala bidang (kabid) atau eselon III.A pada Kanwil Kemenag Sumbar. Ia mulai menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sejak Maret 1981
9. Drs. H. SYAHRUL WIRDA, MM (September 2013 s.d Maret 2015)
Putra kelahiran Sarik Alahan Tigo Kab. Solok tanggal 24 Mei 1963. Ia menempuh jenjang pendidikan mulai dari SD tahun 1975, Pondok Pesantren Aur Duri Sumani Kab. Solok, MTsN tahun 1979, MAN tahun 1982, S1 IAIN Imam Bonjol Padang 1991 dan S2 STIE Jurusan Menajemen.
Jenjang Karier yang dilaluinya di kementerian Agama, Ia mulai terangkat menjadi PNS menjadi staf di KUA Kec. Gunung Talang tahun 1986,Kepala KUA Kec. Payung Sekaki tahun 1990, Kepala KUA kec. Sungai Pagu tahun 1993, Kasubsi Tamaddun dan Publikasi Dakwah Seksi Penais Kandepag Kab. Solok tahun 1998, Kepala Seksi Pergurais kandepag kab. Solok tahun 1999, kasi Mapenda Kandepag Kab. Solok tahun 2003 dan 6 juli 2004 menjadi kakandepag kab. Solok.
Moto yang selalu dipakainya dalam menjalankan amanah di Departemen Agama kab Solok adalah Tegas dalam peraturan dan ramah dalam pelayanan, berangkat dari lambang departemen Agama Ikhlas Beramal , Tugas adalah amanah bekerja adalah ibadah, jadikan aktivitas dalam menjalankan tugas bernilai ibadah.”
Dalam menjalani kariernya ia didampingi oleh istri tercinta Syamsidar, A.Ma dengan 1 orang putri dan 5 orang putra
10. DRS. H. SALMAN, MM (Maret 2015 s.d Sekarang)
Nama : Drs. H. Salman, MM
NIP : 195810031987031002
Temapat/ Tgl Lahir : Pasie laweh / 03-10-1958
Jabatan : Kakanwil Kemenag Sumbar
Istri : Agrina Amalia
Anak : 1. Ilham Agung Saputra S.Kom
2. Rizkika Sari Saputri, A.Md. Keb
3. Wahyu Agrisal Saputra
4. Sangga Suci Putri
Alamat : Komplek Pemda No.1 Sungai Lareh
Koto Tangah Padang
Pendidikan :
1. SD
2. Pondok Pesantren
3. Pondok Pesantren
4. Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang
5. Magister Management
Karier Pekerjaan :
1. CPNS
2. Staf Kepegawaian
3. Staf Bidang Mapenda
4. Ajudan
5. Kasubbag Kab. Solok
6. Kakandepag Kota Sawahlunto
7. Kakandepag Kab. Tanah Datar
8. Kabag TU Kanwil Kemenag Sumbar
9. Kakanmenag Kota Payakumbuh
10. Kakanmenag Kota Padang Panjang
11. Kakanwil Kemenag Sumbar